Tidak terasa, hampir 4,5 tahun aku bekerja dan merantau di ibukota Indonesia yang dikenal lebih kejam daripada ibu tiri yaitu Jakarta. Dulu saat masih berstatus lajang, aku jarang sekali pulang ke kota kelahiranku di Yogyakarta dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu di akhir pekan untuk istirahat dan nonton film di kost. Namun sejak berubah status menjadi seorang suami dan bapak satu anak, rasanya kalau akhir pekan tidak pulang ke Jogja perasaanya jadi kacau, galau dan kurang bergairah.
Karena keterbatasan dana dan waktu, maka salah satu pilihan transportasi yang sering aku gunakan untuk pulang ke Jogja adalah menggunakan Kereta Api Gajah Wong. Ini adalah transportasi yang paling cepat, nyaman di fisik dan nyaman di kantor kuli berkantong pas-pas an karena aku bisa berangkat dari Jakarta pada hari Jumat sepulang kantor dan tiba di Yogyakarta di hari Sabtu dini hari. Di hari Sabtu dan Minggu aku bisa gunakan waktu sepuasnya bersama keluarga dan pada hari Minggu malam aku berangkat kembali ke Jakarta dan senin pagi bisa langsung bekerja kembali.
Kebiasaan pulang ke Jogja hari Jumat dan kembali berangkat ke Jakarta pada hari Ahad alias Minggu ternyata tidak hanya aku aja yang melakukannya. Ternyata ada ratusan orang lainnya juga terutama Bapak-Bapak yang bernasib sama denganku. Bahkan jika diamati, orang yang naik kereta biasanya hanya itu-itu saja sehingga kami pun memiliki sebuah istilah yaitu Pejuang PJKA. Kata PJKA sendiri merupakan kependekan dari Pulang Jumat Kembali Ahad, sebuah nama yang cocok bagi kami yang rela capek demi melepas rindu dengan keluarga.
Perjuangan para pejuang PJKA bagi aku sendiri itu sebuah perjuangan yang sungguh besar bagi keluarga dan dirinya sendiri. Disaat orang lain dapat memeluk anak-anak dan pasangan setiap harinya, aku harus puas dengan video call dan melihat serunya anak-anak bermain. Ketika lezatnya makan malam dan hangatnya kebersamaan keluarga dinikmati orang lain setiap hari, aku hanya bisa bersyukur dapat menikmati masakan warteg langganan bersama teman-teman atau pelanggan lain. Pokoknya sedih banget deh jadi pejuang PJKA.
Belum lagi kalau paling nyesek itu ketika udah beli tiket kereta api Gajah Wong jauh-jauh hari, eh tiba-tiba dapat surat perintah untuk tugas ke luar pulau. Wahh rasanya sedih dan emosi campur aduk. Sedih karena keinginan untuk berkumpul bersama keluarga harus ditunda serta emosi dan kecewa karena aku harus membatalkan tiket dan otomatis harus merelakan 25% harga tiket melayang. Loh kok melayang?? Ya ialah, soalnya kalau kita cancel tiket maka kita dapat uang refund hanya 75% dari harga tiket yang dibeli. Ikutan nyeesekk gak? Hehehehe…
Tapi dibalik duka selalu ada suka dan hal-hal positif serta hikmah yang dapat diambil. Dengan menjadi pejuang PJKA, kadang aku mendapatkan teman dan relasi baru. Kadang kita bisa ngobrol dan bertukar informasi dan wawasan sesama pejuang PJKA. Hal ini mungkin tidak akan didapatkan oleh orang-orang yang bukan Pejuang PJKA.
Hidup adalah pilihan, seringkali kita dihadapkan pada pilihan yang sangat tidak menguntungkan. Ketika hal tersebut yang ada dihadapan kita, maka keikhlasan, kekuatan hati dan kepasrahan kepada Tuhan untuk menjalaninya dapat menjadi pendorong semangat yang mumpuni. Semoga di tahun depan, aku sudah tidak berstatus Pejuang PJKA lagi dan harapan untuk pindah ke Jogja bisa terwujud sehingga bisa berkumpul dengan sanak saudara disana. Yang mengamini, aku doakan selalu sehat yaa… Aamiin.